Rabu, 02 Januari 2013

Lombok – Mengenal dan mencintaimu tak pernah terlambat




Cinta kadang datang mengalir tak terduga. Menerpa dan merayapi sekujur tubuhku. Menyentuh, mengelus dan membelai jiwa dengan rasa. Saat itu, ketika aku melaksanakan tugas lapangan. Datang dari Jakarta ke Jawa Tengah dalam rombongan sebuah Tim Asia, dari beberapa negara yang dituduh belum maju: Philippines, Thailand, Korea, Birma, Vietnam, India, Bangladesh, Nepal, Iran, Saudi Arabia, dan perwakilan untuk Kemerdekaan Palestina. Judul tugasnya kereeeeeen: Rural Finance Analysis. Jadi kira-kira, akan menganalisa sistem keuangan pedesaan, termasuk sistem peredaran uang dan terutama adil atau tidak adil model distribusinya. Studi ini sebagai bahan perbandingan bagi negara masing-masing anggota Tim. Tapi dalam tulisan ini, tugas ini bukan topik yang akan dibahas.

Sumber Foto:  http://antaranews.com/

Di luar waktu menjalankan tugas itulah kutemukan cinta yang tak pernah kucari. Ketika itu aku mengajak beberapa orang anggota Tim melepas penat, berjalan di sela-sela keramaian kota. Mataku tertuju ke sebuah toko. Tanpa kusadari perasaanku telah menggerakkan kakiku melangkah menuju titik yang difokuskan oleh mata ini tanpa kusengaja. Aku terperanjat, lalu tertegun. Cinta itu membersit dan menerpa sangat kuat. Keindahan rasa mengalir dalam jiwa. Kucoba menyentuh benda-benda indah itu. Kulihat beribu hal menakjubkan pada setiap lekuk, warna, gaya, model dan rancangannya. Aku kemudian seperti bermimpi dan benar-benar tak percaya ketika melihat tulisan yang tertera pada benda-benda itu: “Sukarara, Beleka, Pringgasela, Banyumuluk, Sekarbela, Penujak dan Sengkol.” Ini adalah nama-nama desa yang benar-benar aku kenal di Pulau Lombok.


Kucoba menarik nafas panjang untuk mengendalikan emosiku. Lalu otakku membuat bermacam-macam logika dengan pertanyaan yang menggeret aku menuju perasaan bersalah. “Bagaimana mungkin, saat ini aku sedang di sebuah toko di Jawa Tengah? Di sini, dan baru saat ini aku melihat dan mengenal produk-produk indah dari desa-desa yang hanya bertetangga dengan desa tempat aku dilahirkan dan dibesarkan, di Pulau Lombok?" Aku makin lebih kaget lagi ketika pemilik toko ini menjelaskan, bahwa pemasaran benda-benda ini telah menembus paling sedikit 14 negara di dunia.  



Sejak saat itu aku mulai membuat rencana untuk menemukan benda-benda itu di tempat penciptaannya. Di tempat di mana mereka dirancang. Di setiap sudut desa di mana seluruh jemari telaten itu berkreasi. Penciptaan ini sungguh menggambarkan tingginya sebuah peradaban dan budaya masyarakatnya. Menunjukkan betapa lembutnya rasa yang mereka miliki ketika membuat disain dan mewujudkannya menjadi sebuah karya seni yang begitu indah. Merancang setiap lekuk dan tonjolan, memadu warna dalam sitiap goresan jari tangan mereka. Paduan bentuk dan warna ini melahirkan benda yang mampu bertutur tentang kerendahan hati dan kedamaian jiwa penduduk desa yang hidup sederhana tanpa gemerlap. Seolah bercerita bahwa mereka hidup hanya dengan rasa, hanya dengan memilih keindahan dan cinta. Adalah untuk mengundang rasa indah dan cinta dari setiap yang berniat mengenal dan menyapanya. Dan memuji penuh syukur bila masih ada yang rela untuk menyentuhnya.





Para pekerja seni ini setiap hari bekerja hanya untuk mempersembahkan keindahan dan cinta. Mereka tidak datang ke kota hanya sekedar untuk promosi dan menemukan gemerlap kehidupan yang lebih megah. Mereka sangat setia pada apa yang mereka miliki, penuh komitmen pada keyakinan bahwa mereka hidup dengan cara mereka dan karya agung yang mereka persembahkan. Tak terlalu peduli pada tingkat keadilan yang mereka terima atas karya-karya indahnya. Mereka tidak juga memilih untuk cemburu pada pihak yang mereguk keuntungan besar dan kebahagiaan hidup atas karya mereka. Bagi mereka, hidup adalah untuk hidup, dengan cara yang indah, melalui persembahan indah dengan penuh cinta.  




Bagi blogger, mereka adalah salah satu aset terbesar yang dimiliki Pulau Lombok dan Masyarakat Lombok. Mereka lebih dari sekedar mutiara dalam lumpur. Mereka tak terlihat jelas hanya karena lumpur yang membalut dan melumuri mereka belum dibersihkan. Meski mutiara ini tak pernah meronta agar lumpur di sekitarnya dibersihkan, tapi pemilik mutiara yang penuh cinta, sudah saatnya untuk melakukan hal-hal yang menggambarkan cintanya pada mutiaranya sendiri. Karena masih banyak pihak lain yang ingin ikut mengenal, mencintai dan menyentuhnya. Para pengerajinku, sudah lama dunia mencintaimu. Maafkan aku yang baru mulai dan sungguh terlambat. Aku percaya, mengenal dan mencintaimu sebenarnya tak pernah terlambat. Dipta, 2 Januari 2013.



Sumber Foto:  http://detourlombok.com/